Makalah Kemiskinan Di Papua Barat
TINGKAT KEMISKINAN DI PAPUA BARAT
Mata Kuliah : Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Mu’Minatus Fitriati
Firdaus, S.Fil.I,M.phil.
Disusun Oleh:
Tomi
Rikkat (26117674)
Muhammad
Reza Priambudi (24117037)
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BEKASI
2018
LATAR BELAKANG
Papua merupakan provinsi paling timur di
Indonesia, memiliki luas wilayah terbesar dengan jumlah penduduk yang masih
sedikit. Pemberlakuan UndangUndang
Desentralisasi di Indonesia dan khususnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan pemberian kewenangan
yang lebih luas bagi Pemerintah Daerah dan Rakyat Papua untuk mengatur dan
mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kewenangan yang berarti peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam
mengatur urusan rumah tangganya. Menyelenggarakan pemerintahan serta mengatur
pemanfaatan kekayaan alam di Papua bagi kemakmuran rakyat Papua.
Pemberlakuan
Undang-Undang Otonomi Khusus telah membuat
Provinsi
Papua
dari segi pendapatan daerah menjadi salah satu provinsi terkaya di Indonesia.
Namun di sisi lain masyarakat Papua masih banyak yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS: Maret
2014) menunjukkan Provinsi Papua memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di
antara 33 Provinsi di Indonesia yaitu 924,4 ribu jiwa atau 30,05 persen dengan
jumlah penduduk miskin secara keseluruhan di Indonesia yaitu 28280,01 ribu jiwa
atau 11,25 persen.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab
kemiskinan, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural.
Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya
hidup, kebiasaan hidup, dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan
yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi
merata. Hal ini dikarenakan keadaan
kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak
seimbang, ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha, dan memperoleh pendapatan
sehingga menyebabkan keikutsertaan dalam
pembangunan
yang tidak merata.
Ditinjau
dari faktor penyebab, dapat dipastikan jika kemiskinan di pedesaan lebih besar
dibandingkan di daerah perkotaan. Hal ini yang terjadi di Papua, di mana
masyarakat Papua mengalami keterbelakangan dan kesenjangan wilayah. Kurang
mendukungnya jumlah dan kualitas sarana prasarana maupun kurangnya pengetahuan
dan keterampilan sumber daya manusia (SDM) menyebabkan masyarakat Papua yang
tinggal di daerah perkampungan/pedalaman semakin terisolasi. Sarana dan
prasarana yang kurang memadai menyebabkan akses kampung ke kota jarang atau
bahkan tidak ada, hal ini semakin menambah penderitaan masyarakat Papua yang
tinggal di perkampungan.
PEMBAHASAN
A. LETAK GEOGRAFIS PROVINSI PAPUA
Provinsi Papua Barat adalah salah satu Provinsi yang terletak di Pulau Papua, tepatnya di bagian yang paling Barat Pulau Papua. Provinsi Papua Barat yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Irian Jaya di masa Order Baru ini dimekarkan pada tanggal 04 Oktober 1999 berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 1999 menjadi Provinsi yang berdiri sendiri. Sebelum diganti namanya menjadi Provinsi Papua Barat pada tanggal 18 April 2007 (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007), Provinsi ini bernama Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar).
Secara Geografis, Provinsi Papua Barat berada di lokasi 0° – 4° Lintang Selatan dan 124° – 132° Bujur Timur. Di sebelah Timur, Provinsi Papua Barat berbatasan dengan Provinsi Papua sedangkan di sebelah Baratnya adalah Laut Seram, Provinsi Kepulauan Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Di sebelah Selatan Provinsi Papua Barat adalah Laut Banda dan di sebelah Utaranya adalah Samudera Pasifik.
Provinsi Papua Barat memiliki Luas Wilayah sebesar 99.671,63 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.069.498 Jiwa. Ibukota Provinsi Papua Barat adalah Kota Sorong.
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah yang termasuk dalam zona waktu Indonesia Timur atau WIT. Zona Waktu Indonesia Timur (WIT) ini sama dengan waktu Internasional GMT +9 atau UTC +9.
B.
DATA KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT
1.Perkembangan
Tingkat Kemiskinan
Persentase
jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat menempati urutan ke-2 dari 34
provinsi di Indonesia. Urutan pertama diduduki Provinsi Papua Barat. Kepala BPS
(Badan Pusat Statistik) RI,Kecuk Suhariyanto menyampaikan hal ini para press
release lewat video conference di kantor BPS Provinsi Papua Barat,Senin (17/7).
Plh
Kepala BPS Provinsi Papua Barat didampingi Kepala Bidang (Kabid)
Statistik Sosial,Dedi Cahyono,SE,MA menjelaskan,jumlah penduduk miskin
(penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Papua Barat pada Maret 2017
mencapai 228.380 jiwa atau 25,10 persen. Angka ini meningkat bila dibanding
kondisi September 2016 sebesar 223.600 jiwa atau berkisar 24,88 persen.
‘’Persentase
kenaikan penduduk miskin sebesar 0,22 persen,’’ ujar tutur Bona Ventura kepada
wartawan.
Jumlah
penduduk miskin daerah perkotaan dan pedesaan di Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan. Pada September 2016 tercatat jumlah penduduk miskon di perkotaan
sebesar 20.110 jiwa,meningkat menjadi 20.770 jiwa pada Maret 2017. Di daerah
pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin pada September 2016 sebesar 203.490
jiwameningkat pada Maret 2017 menjadi 207.690 jiwa.
Kabid Statistik Sosial BPS Prov Papua Bara,Dedi Cahyono,SE,MA menjelaskan
beberapa factor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Papua Barat pada
periode September 2016 sampai Maret 2017 yakni,pergeseran jumlah
status pekerjaan bebas di pertanian naik dari 796 orang pada Agustus 2016
naik menjadi 1.521 orang di Februari 2017. Selain itu terjadi peningkatan
jumlah pekerja keluarga dari 63.079 orang (Agustus 2016) naik menjadi 80.003
orang (Februari 2017).
Keterlambatan
penyaluran beras untuk kelurga miskin (Riskin) atau sekarang disebut Rastra
(beras keluarga sejahtera) periode Januari-Februari 2017 ikut
mempengaruhi peningkatan penduduk miskin.
Dedi
Cahyono menjelaskan,garis kemiskinan di Papua Bara Maret 2017 sebesar Rp
499.777 yang terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM) sebesar Rp 389.400 dan
garis kemiskinan non-makanan sebesar Rp110.377. Angka garis kemiskinan Maret
2017 mengalami peningkatan 1,389 persen dari kondisi September 2016 dan secara
year on year meningkat sebesar 5,22 persen dari kondisi Maret 2016.
Komoditas
beras dan rokok kretek lanjut Dedi Cahyono,memiliki share tertinggi terhadap
pembentukan garis kemiskinan,baik di pedesaan maupun perkotaan. Share komoditi
beras terhadap pembentukan garis kemiskinan makanan wilayah perkotaan sebesar
20,61 persen dan 18,52 persen untuk wilayah pedesaan. ‘’Untuk komoditas rokok
filter memiliki share 18,14 persen di pedesaan dan 9,91 persen di perkotaan,’’
Ditambahkan,secara
umum jumlah dan persentase penduduk miskin di Papua Barat mengalami penurunan
selama periode 2009-Maret 2017. Jumlah penduduk di wilayah perkotaan juga
mengalami penurunan
2.
Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi
Persentase
penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas Maret
2017 bahwa tiga provinsi diKawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua
Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk
miskin terbesar yaitu berturut-turut 27,62 persen; 25,10 persen; dan 21,85
persen. Dari 34 provinsi, 16 provinsi diantaranya mengalami penurunan
persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi
Maluku, yang mencapai 0,81 persen.
Gambar
2.
Persentase
Penduduk Miskin Maret 2017 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin
Periode
September 2016 – Maret 2017 Menurut Provinsi
Secara umum, jumlah dan persentase
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat turun selama periode tahun 2009-2016.
Setahun terakhir jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat menurun dari
225,80 ribu jiwa pada Maret 2016 menjadi 223,60 ribu jiwa pada September 2016.
Secara persentase penduduk miskin pun turun sebesar 0,55 poin persen dari 25,43
persen pada Maret 2016 menjadi 24,88
persen pada September 2016.
Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 – September 2016
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas)
Tabel 1. Jumlah dan Persentase
Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 — September 2016
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas)
Secara spasial kewilayahan
selama tahun 2009–2016 persentase
penduduk miskin daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Kondisi
Maret 2016, persentase penduduk miskin di perdesaan sebanyak 204,85 ribu jiwa
(37,48 persen) turun menjadi 203,49 ribu jiwa (37,33persen) pada September
2016.
Kondisi jumlah penduduk
miskin daerah perkotaan juga mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin
daerah perkotaan mencapai 5,69 persen pada September 2016. Angka tersebut
menurun sebesar 0,45 poin persen dari kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 6,14
persen. (Lihat table 1)
C.
USAHA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BARAT MENANGGULANGI KEMISKINAN
1.
Dilakukan
pengecekan yang efektif dan kontinyu dari Daerah dengan Pusat sehingga dalam
waktu dekat dapat dilahirkan beberapa Peraturan Pemerintah atas amanat UU Otsus
untuk dapat diimplementasikan.
2.
Memanfaatkan dana otonomi khusus untuk orang
asli Papua, sesuai dengan amanat UU otsu itu sendiri.
3.
Dikembangkannya
potensi swadaya (Upaya untuk mengolah sumberdaya yang dimiliki) dan keswadayaan
(Semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan terhadap pihak luar) guna
meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin.
4.
Perencanaan
Pembangunan harus rapihkan kembali secara komprehensif, terkoordinasi dan
sinergi seperti saat diberlakukannya monitoring dan evaluasi.
5.
Pembangunan
di Papua perlu dilakukan dengan 3 (tiga) Prinsip yaitu :
(1) Peng-Wilayah-an Komoditas; (2) Petik, Olah dan Jual; (3) Perubahan
Pola Pikir.
1.
Konsep
Pola Pendampingan Bagi Masyarakat Asli Papua perlu dipikirkan kembali karena
dengan Pola Pendampingan dapatmenggunakan system transfer teknologi dan
pengetahuan, serta pendampingan yang bersifat universal yaitu social, budaya
dan ekonomi yang dilakukan melalui pendekatan adat istiadat setempat.
2.
Adanya
komitmen dari pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan baik menggunakan
pemasukan dari hasil-hasil tambang yang masukkedalamPendapatanAsli Daerah (PAD)
Provinsi Papua berupa tembaga (58.36 persen), perkebunan (12.74 persen) yang
cukup besar yang berada di daerah-daerah tertentu seperti Nabire, Numfor agar
dapat digunakan untuk pembangunan-
3.
pembangunan
investasi SDM.
4.
Dari sisi
ekonomi pemerintah telah dapat memberikan keleluasaan investasi dari pengurusan izin sampai pada
tarif impor yang diberlakukan investor di Papua untuk melakukan bisnis.
5.
Memperbaikikualitas
SDM dengan mengembangkan kreatifitas dan keahlian setiap orang dengan cara memfokuskan pembangunan pada sector pendidikan yang lebih baik.
6.
Menjalankan
program pendidikan murah kepada rakyat dengan subsidi silang untuk investasi
perekonomian Papua kedepannya.
7.
Pemetaan
wilayah hunian penduduk miskin. Kemudian, memfokuskan pembangunan ekonomi pada
beberapa sektor sesuai potensi daerah, seperti daerah wisata, penghasil ikan
dan mutiara, pertanian, pusat pendidikan dan pelatihan, industridll.
8.
MemperbaikiInfrastruktursertafasilitas
yang dibutuhkan yang dapatmendatangkan investor local maupunasinguntukmembukapusatwisatasekaligusmelakukanbisnis.
Sepertiaksesjalan, pembangunan resort danjembatanpenghubungantarpulau,
budidayaperikanan, kemudahantransportasidll.
D. TANGGAPAN
Masalah
kemiskinan di Indonesia memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan tidak hanya
di Indonesia saja sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak
negara di dunia yang mengalami permasalahan ini.
Upaya penurunan
tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian
pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka
kemiskinan dapat tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi program-program
pembangunan di berbagai sektor,terutama program yang menyumbang langsung
penurunan kemiskinan.
Negara yang
ingin membangun perekonomiannya harus mamou meningkatkan standar hidup penduduk
negaranya, yan gdiukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia
sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya
merupakan produsen barang primer,memiliki masalah tekanan penduduk,kurang
optimalnya sumber daya alam yang diolah,produktivitas penduduk yang
rendah karena keterbelakangan pendidikan,kurangnya modal pembangunan,dan
orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-barang
tersebut menjadi lebih berguna.
REFERENSI
https://asteriaelanda.wordpress.com/2012/10/30/dimensi-kemiskinan-dan-kebijakan-penanggulangan-di-provinsi-papua/
Comments
Post a Comment